Catatan Rumah Kepemimpinan 8 : Our Lovely Founding Father

12 November 2016


Selamat malam, Pembaca. Sebetulnya malam ini aku ingin langsung istirahat, karena jam juga sudah menunjukkan pukul 23.50. Tapi, kajian yang baru saja selesai malam ini juga, begitu menginspirasi, jadi sayang sekali kalau tidak dibagikan. Apalagi, ditambah dengan akhir yang ‘mewek-mewek’
Kajian malam ini, adalah kajian istimewa—kajian kesukaanku. Namanya, Kajian Islam Kontemporer. Pembicaranya tentu tidak kalah istimewanya. Beliau adalah Ustad Musholli, founding father dari Rumah Kepemimpinan. Kalau ditanya beliau seperti apa, aku sampai tidak tahu harus bagaimana mendeskripsikannya. Beliau begitu hebat, keren, dan pastinya sangat menginspirasi!
Kajian malam ini dimulai dengan nasihat beliau tentang rasa syukur. Sungguh bersyukur itu hal yang sangat luar biasa sekali, ya? Dimanapun, di awal setiap pembicaraan, selalu orang-orang mengingatkan tentang rasa syukur. Jadi teringat perkataan Bapak Sandiaga Uno saat NLC beberapa bulan lalu, “Hidup hanya tentang 2S. Syukur dan Sabar.” Kemudian Ustad Musholli menyampaikan, “Jika kita senantiasa bersyukur, maka hidup akan selalu indah dan bahagia. Tapi bila tidak, maka yang akan timbul di kemudian hari adalah penyakit hasad, iri, dengki, dan sebagainya. Hal itu nantinya dapat membakar diri kita, menghapuskan semua amalan-amalan kita.”
Selanjutnya, dilanjutkan dengan pembahasan surah Al-Fath ayat 1, yang artinya “Sungguh Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata.” Menurut mufassir, ada 2 tafsir atas kata kemenangan dalam ayat ini. Tafsir pertama adalah kemenangan Rasulullah atas Kota Makkah atau yang biasa disebut dengan Fathu Makkah dan yang kedua, Perjanjian Perdamaian Hudaibiyah. Akan tetapi, lebih banyak mufassir yang setuju bila kemenangan yang dimaksudkan adalah Perjanjian Perdamaian Hudaibiyah. Dari perjanjian Perdamaian Hudaibiyah ini, kita diberi pelajaran bahwasannya jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan atau keputusan atas sesuatu, dengan mengatakan hal itu sebagai suatu kesalahan atau kehinaan. Perjanjian Perdamaian Hudaibiyah secara kasat mata dipandang sebagai perjanjian yang merugikan pihak kaum muslimin. Mengapa demikian? Pertama, dalam perjanjian tersebut kalimat Bismillahirrahmaanirrahiim dicoret dan diganti dengan bismika allahumma, dikarenakan pihak musyrikin quraisy tidak setuju bila ditulis dengan Bismillahirrahmaanirrahiim. Kedua, nama Rasulullah yang awalnya ditulis Muhammad Rasulullah, dicoret dan diganti dengan Muhammad bin Abdullah, karena pihak musyrikin juga tidak setuju dengan kata Rasulullah. Dari isinya pun, tampak sekali beberapa ketidakadilan. Pertama, Kaum Muslim Madinah dilarang pergi ke Makkah selama 10 tahun. Kedua, orang Kafir Makkah yang pergi (masuk Islam) dan pindah ke Madinah, harus dikembalikan ke Makkah, tetapi bila orang Muslim Madinah yang hendak pergi (murtad) dan kembali ke Makkah, maka tidak boleh dihalangi, dan yang ketiga, setelah 10 tahun umat Muslim Madinah dipersilahkan utnuk mengunjungi Makkah tetapi dengan syarat, tidak boleh lebih dari 3 hari dan tidak boleh membawa senjata apapun. Pada saat perjanjian tersebut sudah selesai dan sudah disepakati kedua belah pihak, tiba-tiba datang seorang tawanan yang lepas dari penjara—yang tak lain adalah seorang anak dari pemuka musyrikin quraisy. Ia sudah menjadi seorang muslim dan hendak ikut bersama Rasulullah ke Madinah. Akan tetapi, karena perjanjian perdamaian itu telah disepakati kedua belah pihak, maka tawanan tersebut tak dapat ikut serta bersama Rasulullah. Kemudian tawanan tersebut bertanya pada Rasul “Ya Rasulullah, tegakah kau membiarkanku tetap di sini bersama dengan orang-orang yang nantinya akan menyiksaku?” Lalu jawab Rasulullah, “Perjanjian ini telah disepakati kedua belah pihak, kita harus menaatinya.” Luar biasa. Rasulullah memang dikenal sebagai orang yang senantiasa menepati janjinya, hingga mendapat gelar Al-Amin.
Itu cerita pertama. Cerita kedua, adalah tentang implementasi nilai-nilai islam. Ada seorang ibu-ibu Cina yang yang meminta kepada pengurus masjid untuk mengecilkan volume speaker masjid. Hal ini menimbulkan banyak sekali komentar dan keributan hingga orang-orang dengan teganya membakar rumah ibu tersebut. Lalu sebenarnya yang preman itu siapa? Mengapa tidak diselesaikan secara baik-baik? Sungguh Rasulullah itu lemah lembut, mengajarkan Islam bukan dengan kekerasan. Karena ketika kita menggunakan kekerasan, yang terjadi justru dakwah akan semakin merosot. Ada satu kalimat yang cukup menohok dari Ustad Musholli, “Apakah sudah lebih banyak doa yang kita panjatkan dibanding dengan kebencian yang kita sampaikan? Kadang kita pelit dengan doa tapi royal dengan kebencian”
Selanjutnya, adalah materi mengenai Keberhasilan Islamisasi di Turki. Berhubung slidenya cukup banyak, aku hanya sempat mencatat poin-poinnya saja. Ada dua strategi dalam penciptaan gerakan Islam di Turki. Pertama, strategi islamisasi dari bawah ke atas (membangun dari dalam). Kedua, strategi islamisasi dari atas ke bawah (salah satu contohnya adalah aksi bersenjata). Tujuan dari strategi ini adalah untuk menciptakan bangunan sosial yang islami di tengah masyarakat Turki yang dianggap sekuler. (Lengkapnya bisa lihat buku catatan kajianku hehe)
Bagian akhirnya, ini adalah yang membuatku ingin langsung membagikannya pada semua orang. Hari ini, katanya adalah hari Ayah. Karena Ustad Musholli adalah founding father dari Rumah Kepemimpinan, maka kami—Nakula dan Srikandi bersama-sama menyanyikan sebuah lagu tentang ayah untuk beliau.
Untuk.. Ayah tercinta..
Aku.. ingin bernyanyi..
Walau air mata.. di pipiku..
Ayah.. dengarkanlah..
Aku ingin berjumpa…
Walau hanya..dalam.. mimpi..
Tapi yang terjadi adalah, kebanyakan dari kami menangis—terutama srikandi, karena kami jadi ingat dengan ayah kami masing-masing. Sesi menyanyi dan menangis bersama ini kemudian dilanjutkan dengan doa bersama yang dipimpin oleh Ustad Musholli untuk salah satu ayah srikandi yang pagi tadi meninggal dunia. Jadilah tangis kami semakin pecah. Oh, Allah. Betapa perjuangan ini sungguh tidak mudah. Kuatkan dan mudahkanlah jalan kami ini, Ya Allah. Izinkan kami melakukan yang terbaik, memberikan yang terbaik, untuk dunia dan akhirat kelak. Aamiin..


Comments

Popular posts from this blog

Catatan Rumah Kepemimpinan 15: Menjadi Pasangan Strategis, Kenapa Tidak?

Kenangan Ramadhan 1 : Tidak Jadi ke Solo, Ini Gantinya!

Kisah Inspiratif Spesial Ramadhan : Keajaiban Istighfar